Pernahkah kamu mendapatkan sebuah penawaran menjanjikan, di mana kamu akan mendapatkan sejumlah besar pendapatan hanya dengan merekrut member baru? Atau pekerjaan paruh waktu dengan penghasilan tinggi yang begitu mudahnya sehingga kamu masih bisa melakukannya sembari bersantai?
Atau mungkin kamu pernah didatangi orang berpakaian sangat rapi, mengendarai lamborghini, dan berfoto di rumahnya yang mewah, menawarkan kamu kerjasama? Kamu diajak ke sebuah ruang yang berisi orang-orang yang nampak sangat bersemangat menyanyikan yel-yel ambisius? Satu tahun, beli mobil, bisa!
Kemudian kamu menjadi makin penasaran, produk apa yang mereka jual? Kenapa sangat fokus untuk merekrut member baru ketimbang menjual produk? Kenapa Lamborghini?
Jika iya, kamu akan tertarik dengan artikel kami di bawah ini yang membahas mengenai skema ponzi.
Skema ponzi adalah metode mendapatkan keuntungan hanya dari biaya registrasi member baru dengan menekankan perekrutan ketimbang penjualan produk ataupun jasa.
Dipopulerkan oleh Charles Ponzi, warga negara AS yang mencuri perhatian publik dunia di tahun 1920 karena mengumpulkan dana investor sebesar dua puluh juta dollar. Ia secara lihai mengoperasikan kegiatan ini dibalik bisnis perangko yang ia beli dari luar negeri dan dijual di AS dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Bisnis ini untung besar dan ia mulai mengumpulkan dana dari investor sebagai tambahan modal. Ketika pemasoknya tidak mampu lagi mengirimkan prangko kepadanya, alih-alih menghentikan operasi ia justru terus menampung dana investor.
Masalahnya adalah, bisnis semacam ini tidak dapat berlanjut secara matematis. Ketika mata rantainya (downline) sudah sangat panjang, kamu perlu merekrut jumlah besar anggota baru agar bisa memberi imbal hasil pada member yang bergabung lebih awal.
Jika suatu skema mencapai pada lapisan downline 13, maka butuh 13,06 miliar anggota baru. Lebih banyak dari jumlah manusia di bumi. Hal ini menunjukkan bagaimana semua skema ini memang ditakdirkan untuk runtuh.
Sebelum istilah ponzi terkenal, mekanisme perekrutan korban baru ini dikenal dengan istilah “merampok Peter untuk membayar Paul”.
Biasanya seorang penipu dengan skema ponzi ini memiliki rencana untuk kabur setelah berhasil mengumpulkan banyak uang. Namun karena mereka menjadi rakus dan terlalu percaya diri bahwa ia akan mampu merekrut lebih banyak orang, mereka jadi tidak tahu kapan saatnya menghentikan operasi.
Kejahatannya terkuak, setelah kemampuannya merekrut member baru melambat sehingga tidak mampu memberi imbal hasil seperti yang dijanjikan.
Hal ini berujung pada kepanikan yang akhirnya mengungkap semua aktivitas di belakang layar. Itulah sebabnya kenapa tidak ada satupun orang yang sukses ketika menjalankan skema ponzi. Namun masalah sesungguhnya ada pada mantan korban penipuan ponzi.
Otak mereka sudah membentuk pola pikir yang sulit diubah mengenai kekayaan instan. Mereka sepanjang hidupnya akan terus menerus tertipu dengan skema ini. Bahkan bagi mereka yang sudah sadar dirinya sedang ditipu tetap saja merekrut anggota baru. Hal ini dengan alasan agar uang yang terlanjur mereka tanamkan di skema ini bisa kembali.
Yang jauh lebih parah lagi, mereka ikut pada skema ponzi lainnya dan berusaha menjadi top member agar dapat menipu lebih banyak orang. Dengan kata lain, tega memakan daging saudaranya sendiri.
Semakin lama aktor skema ponzi semakin lihai dalam meyakinkan korbannya. Bahkan mereka sampai berani menyewa seorang tokoh dunia yang sangat kredibel untuk meyakinkan calon korbannya.
Bisa kita jadikan contoh adalah kasus seorang Sunil Tulsiani, aktor skema ponzi yang berani mengundang Edward Snowden ke acaranya. Ia bermaksud memanfaatkan kredibilitas Edward yang terkenal sebagai orang yang berani mengambil resiko untuk menyuarakan kebenaran.
Bagi kamu yang tidak tahu siapa itu Edward Snowden, beliau adalah agen rahasia yang menjadi buronan Amerika karena membocorkan data rahasia negara.
Dari sini kita bisa pahami kenapa orang-orang masih saja terpedaya dengan skema ponzi padahal sudah banyak orang yang menjadi korban. Namun untungnya Edward menyadari bahwa orang yang mengundangnya adalah seorang penipu dan justru mengungkap identitas aslinya di acaranya sendiri, yang ditonton oleh ribuan orang.
Sedikit berbeda dengan skema investasi ponzi di mana kamu tidak perlu bekerja, skema bisnis MLM benar-benar menjual produknya pada konsumen.
Mereka akan memberikan diskon besar bagi kamu yang mau menjadi distributor independen agar dapat dijual kembali. Akan tetapi distributor independen juga akan mendapatkan uang apabila ia berhasil merekrut orang lain untuk menjadi distributor.
Untuk dapat menjadi distributor kamu diharuskan membeli sejumlah besar produk dengan harga yang mahal. Apabila produk ini tidak laku, maka kamu sebagai distributor yang telah menaruh investasi di awal adalah satu-satunya orang yang merasakan pahitnya kerugian.
Mereka membuat kamu melakukan keputusan gegabah dengan memberi batasan waktu yang sempit disertai slogan kesempatan sekali seumur hidup. Hal ini membatasi kamu dalam berpikir jernih dan mengambil keputusan objektif.
Jika sebuah program hanya berfokus pada perekrutan orang lain untuk bergabung dengan program dengan biaya pendaftaran tertentu, kemungkinan besar itu adalah skema ponzi. Kritislah jika kamu akan menerima lebih banyak komisi saat merekrut orang lain daripada menjual produk.
Berhati-hatilah jika apa yang dijual sebagai bagian dari bisnis sulit untuk dinilai secara ekonomis. Misalkan layanan teknologi, produk digital, atau menonton video iklan online di situs web yang tidak kredibel.
Kritislah dengan janji pendapatan besar secara cepat dan pasti. Karena hal ini dipastikan berasal dari member baru yang kamu tipu, bukan hasil penjualan produk.Terlebih jika bisnis tersebut tidak mewajibkan kamu melakukan penjualan dan hanya berfokus pada merekrut member baru.
Janji-janji kaya cepat diiringi tontonan mobil sport dan rumah mewah adalah indikasi yang paling sering mengecoh banyak orang. Seseorang yang sangat ingin merasakan kemewahan dan memiliki pemikiran yang tidak rasional akan sangat mudah terjebak dengan trik ini. Tidak pernah sekalipun mereka membahas tentang tanggung jawab sosial ataupun indahnya berbagi dengan sesama. Yang ada hanya kesenangan duniawi.
Ada banyak instrumen investasi yang sudah terbukti legal dan menghasilkan keuntungan yang realistis. Sebut saja reksadana, saham, logam mulia, properti, hingga aset kripto. Ada baiknya kamu melakukan alokasi dana d imasing-masing aset tersebut untuk melakukan mitigasi risiko.
Untuk memulainya, pilihlah instrumen yang paling terjangkau dulu, salah satunya aset kripto. Kamu bisa mulai investasi aset kripto dari aplikasi Pintu. Interface-nya mudah dipahami oleh user pemula, memiliki banyak pilihan aset kripto, dengan biaya yang rendah dan bisa dimulai dengan nominal Rp11.000 saja. Segera kunjungi websitenya atau unduh aplikasinya.
Referensi
Investor.gov, Ponzi Scheme, diakses tanggal 29-11-21
James Chen, Ponzi Scheme, diakses tanggal 29-11-21
Moneysmart.gov, How Ponzi Work, diakses tanggal 29-11-21