Vitalik Buterin, tokoh di balik Ethereum, baru-baru ini membuat heboh komunitas crypto dengan komentarnya yang mengejutkan. Buterin mengklaim bahwa solusi skalabilitas yang dikenal sebagai validiums sejatinya bukan merupakan rollup yang sesungguhnya.
Pernyataannya ini memicu diskusi yang panas di kalangan enthusiast crypto mengenai definisi sebenarnya dari layer-2 (L2).
Validium merupakan teknologi yang dirancang untuk meningkatkan skalabilitas Ethereum dengan memanfaatkan zero-knowledge proof untuk memproses transaksi di luar blockchain utama, namun tetap mengandalkan keamanan yang ditawarkan oleh mainnet Ethereum.
Baca juga: Vitalik Buterin Usulkan Peningkatan Batas Gas Ethereum Sebesar 33%, Apa Dampaknya?
Berbeda dengan zero-knowledge rollups yang mengumpulkan transaksi pada jaringan L2 dan memvalidasikannya di L1 seperti Ethereum, validiums tidak mengunggah data transaksi ke L1. Alih-alih, validiums hanya mengunggah bukti kriptografis yang menunjukkan keabsahan transaksi, dengan tujuan untuk memperluas skalabilitas karena tidak perlu menyimpan data transaksi lengkap di blockchain.
Validiums mengandalkan operator yang dipercaya untuk mengunggah bukti secara akurat dan mungkin memiliki ketersediaan data yang lebih rendah dibandingkan dengan rollups. Contohnya, Celestia, yang merupakan jaringan yang memanfaatkan blockchain modular yang terdiri dari lapisan penyediaan data dan lapisan validasi, menggunakan validiums untuk memfasilitasi transaksi yang efisien dan terjaga privasinya.
Buterin mendukung komentar yang dibuat oleh Daniel Wang, pendiri solusi rollup Ethereum Taiko, di platform X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter), yang menyatakan bahwa rollup Ethereum yang memanfaatkan blockchain data lain untuk penyediaan data, seperti Celestia, seharusnya dikategorikan sebagai validium Ethereum.
Buterin menambahkan bahwa esensi dari rollup adalah jaminan keamanan yang mutlak: pengguna dapat mengambil kembali aset mereka meskipun ada kolusi dari semua pihak. Namun, ada yang tidak sependapat dengan pandangan Buterin.
Ryan Berckmans, seorang anggota komunitas Ethereum, berpendapat bahwa validiums merupakan bagian dari jaringan L2.
“L2 adalah blockchain yang menyelesaikan transaksi di Ethereum,” ujarnya.
Berckmans juga menekankan bahwa industri ini masih muda dan definisi ‘L2’ dapat disesuaikan untuk menjadi lebih berguna, termasuk mengakomodasi baik rollups maupun validiums.
Baca juga: Ethereum: Stabil di Tengah Badai Pasar Crypto!
Dalam sebuah posting pada 16 Januari 2024, di media sosial terdesentralisasi Warpcast, Buterin membagikan sebuah diagram yang mengusulkan penyesuaian pada beberapa terminologi, seperti “mengutamakan keamanan” dan “mengutamakan skala” menjadi “kuat” vs “ringan” agar “lebih ringkas”.
Namun, tidak semua pihak setuju dengan saran Buterin. Berckmans, misalnya, tetap pada pendiriannya bahwa validiums adalah bagian dari jaringan L2 dan bersedia untuk berdiskusi dengan siapa saja yang memiliki pandangan berbeda.
Di sisi lain, L2Beat, sebuah platform analisis industri L2, berargumen bahwa validiums tidak dapat dianggap sebagai L2 karena dengan tidak mempublikasikan data di L1, mereka menambahkan asumsi kepercayaan yang tidak ada sebelumnya. Debat ini menunjukkan bahwa ada perbedaan pendapat di dalam komunitas crypto tentang bagaimana mendefinisikan teknologi yang terus berkembang ini.
Pada akhirnya, kontroversi yang dipicu oleh Vitalik Buterin terkait klasifikasi solusi skalabilitas Ethereum menyoroti betapa dinamis dan cepat berubahnya ranah crypto.
Meskipun komunitas masih berdebat, satu hal yang pasti adalah perlunya definisi yang jelas dan konsensus yang lebih luas untuk mengarahkan masa depan teknologi blockchain.
Ikuti kami di Google News untuk mendapatkan berita-berita terbaru seputar crypto. Nyalakan notifikasi agar tidak ketinggalan beritanya.
*Disclaimer
Konten ini bertujuan memperkaya informasi pembaca. Selalu lakukan riset mandiri dan gunakan uang dingin sebelum berinvestasi. Segala aktivitas jual beli dan investasi aset crypto menjadi tanggung jawab pembaca.
Referensi: