Perkembangan cryptocurrency yang sangat pesat terus mendorong kompetisi untuk menghasilkan blockchain tercepat dan dengan fitur yang semakin lengkap. Inovasi-inovasi terus hadir sebagai solusi atas isu skalabilitas yang dihadapi blockchain generasi awal. Salah satunya adalah Avalanche, platform smart contracts yang dikembangkan untuk memfasilitasi perkembangan decentralized finance dengan proses transaksi yang lebih cepat dibandingkan platform lain yang serupa. Lalu, apa itu Avalanche? Dan mengapa Avalanche sering disebut sebagai pesaing Ethereum? Simak penjelasan lebih lanjutnya di artikel ini.
Avalanche adalah sebuah platform smart contracts yang dikembangkan untuk memfasilitasi perkembangan decentralized finance dengan proses transaksi yang hampir instan. Saat ini Avalanche dinilai sebagai platform smart contract tercepat, dengan kemampuan memproses lebih dari 4.500 transaksi per detik (TPS), dibandingkan dengan sekitar 1.500 TPS di blockchain Polkadot, 14 di Ethereum dan tujuh di Bitcoin. Transaksi pada blockchain Avalanche tidak hanya sangat cepat, tapi juga murah, dan lebih ramah lingkungan.
Avalanche diluncurkan pada September 2020, dan sejak itu, platform ini telah menjadi “rumah” dari 400+ proyek kripto. Per Januari 2022, sudah lebih dari $64 juta AVAX yang di-burn atau dimusnahkan dari peredaran, dan terdapat 1.200+ validator penghasil blok individu, dan tercatat ada lebih dari 1,3 juta anggota komunitasnya yang tersebar di seluruh dunia.
Avalanche sering dijuluki sebagai pesaing Ethereum yang memfasilitasi aplikasi terdesentralisasi (dApps) dan pembuatan blockchain khusus di dalam ekosistemnya.
Baca juga: Apa Itu Ethereum dan Bagaimana Cara Kerjanya?
Avalanche diluncurkan pada September 2020 dan diinisiasi oleh Emin Gun Sirer, seorang computer scientist dari Cornell University, Amerika Serikat. Proyek Avalanche pertama kali diinkubasi di Cornell University, di mana penelitiannya dipimpin oleh Emin Gün Sirer dibantu oleh Maofan Yin dan Kevin Sekniqi. Penelitian tersebut berlanjut dengan didirikannya perusahaan teknologi Ava Labs dengan tujuan mengembangkan teknologi blockchain alternatif untuk sektor keuangan.
Ava Labs telah menerima pendanaan dari perusahaan venture capital Andreessen Horowitz, Initialized Capital, dan Polychain Capital, dan juga angel investor Balaji Srinivasan, mantan Chief Technology Officer dari Coinbase dan Naval Ravicant, yang sebelumnya telah berinvestasi di Uber dan Foursquare.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu keunggulan Avalanche adalah kemampuannya untuk memproses transaksi dengan cepat. Hal ini memungkinkan dikarenakan arsitektur Avalanche dikembangkan dengan tiga blockchain terpisah dengan fungsi yang berbeda-beda, yaitu:
X-chain merupakan blockchain yang dikhususkan untuk mendukung pembuatan aset digital dalam ekosistem Avalanche. Sementara itu, C-Chain merupakan blockchain yang kompatibel dengan Ethereum Virtual Machine (EVM), memungkinkan developer untuk mengembangkan *decentralized applications (*dApps) seperti pada Ethereum blockchain namun dengan keunggulan transaksi yang lebih cepat dan biaya transaksi yang murah.
Kesesuaiannya dengan toolkit Ethereum memberikan kemudahan bagi developer untuk mem-porting dApps yang sudah mereka buat di Ethereum ke Avalanche. Kemudahan ini terbukti dengan meroketnya jumlah berbagai aplikasi yang menggunakan teknologi Avalanche dalam waktu yang sangat singkat. Saat ini ada berbagai aplikasi yang menggunakan teknologi Avalanche—termasuk decentralized exchange, aplikasi pinjam meminjam, hingga stablecoin (Bilira— stablecoin Lira Turki).
Sementara itu, P-Chain merupakan blockchain metadata pada Avalanche dan mengoordinasikan validator, melacak subnet aktif, dan memungkinkan pembuatan subnet baru. Subnet, atau subnetwork, adalah sejumlah validator yang bekerja bersama untuk mencapai konsensus tentang status sekumpulan blockchain. Setiap blockchain divalidasi oleh tepat satu subnet. Subnet dapat memvalidasi banyak blockchain dan sebuah node dapat menjadi anggota dari banyak subnet.
Baca juga: Bagaimana Cara Kerja Blockchain?
Satu perbedaan besar antara Avalanche dan jaringan terdesentralisasi lainnya adalah protokol konsensusnya, atau cara jaringan memvalidasi transaksi. Avalanche menantang anggapan bahwa sebuah jaringan tidak dapat memberikan keamanan dan skalabilitas tanpa mengorbankan desentralisasi. Protokol Avalanche menggunakan pendekatan baru untuk menjamin keamanan, dengan hasil yang cepat dan throughput yang tinggi—semuanya tanpa mengorbankan desentralisasi.
Avalanche menggabungkan konsensus klasik yang mementingkan kecepatan, skala, finalitas cepat, dan efisiensi energi, dengan konsensus Nakamoto (pada blockchain Bitcoin) yang mengutamakan keamanan dan desentralisasi.
Avalanche saat ini sudah menjadi rumah dari beberapa decentralized exchange (DEXs), aplikasi yang memfasilitasi transaksi penukaran satu token dengan token lainnya menggunakan teknologi smart contract. **Beberapa contoh DEXs yang ada di ekosistem Avalanche antara lain Sushiswap, Trader Joe, Pangolin, dan Paraswap.
💡 Pengguna Ethereum mungkin sudah familiar dengan Sushiswap yang merupakan salah satu DEX terbesar dengan total value locked $1,74 milyar per Februari 2022. Pengguna Sushiswap pada blockchain Avalanche dapat melakukan penukaran aset seperti yang mereka lakukan dengan SushiSwap di Ethereum, namun dengan biaya yang lebih rendah dan penyelesaian transaksi yang lebih cepat.
Berbagai aplikasi yield optimizer (layanan otomatis yang membantu penggunanya mendapatkan pengembalian maksimum dari investasi kripto) seperti Yield Yak, Snowball dan Yield, juga sudah terdapat di dalam ekosistem Avalanche.
Portfolio management dan aplikasi tracker bagi pengguna dApp, seperti Markr, dan juga DeFi wallet untuk mengatur portfolio seperti DeBank, juga sudah terdapat di ekosistem Avalanche.
Berbagai aplikasi pinjam meminjam berbasis teknologi blockchain juga sudah banyak yang beroperasi di ekosistem Avalanche. Contohnya adalah AAVE, di mana kamu dapat mendepositkan aset kripto untuk mendapat bunga, dan juga meminjam aset kripto lainnya.
Avalanche juga merupakan rumah dari berbagai marketplace NFT seperti NFTrade dan Kalao.io.
Setelah penjelasan mengenai apa itu Avalanche, sekarang kita masuk ke pembahasan mengenai token native platform Avalanche. AVAX yang merupakan Sebagai token bawaan platform Avalanche, AVAX memiliki fungsi beragam dalam jaringan blockchain Avalanche termasuk untuk melakukan staking, dan juga sebagai mata uang transaksi DApps. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai apa saja yang bisa dilakukan dengan token AVAX.
Dalam sistem proof-of-work seperti pada jaringan Bitcoin, sumber daya yang digunakan untuk melakukan validasi transaksi adalah daya komputasi. Pada sistem proof-of stake seperti Avalanche, sumber daya yang digunakan adalah token asli yaitu, AVAX. Agar sebuah node dapat memvalidasi blockchain di Avalanche, node tersebut harus mempertaruhkan atau stake sejumlah AVAX dalam periode tertentu.
Pemilik AVAX diberi insentif jika melakukan staking token mereka untuk mengamankan Avalanche, dan menerima hadiah sebagai imbalannya. Baca lebih lanjut mengenai cara staking AVAX di sini.
AVAX merupakan salah satu altcoins yang mengalami bull run paling menarik di tahun 2021. AVAX mencapai ATH (all time high/harga tertinggi) pada November 2021 dengan harga $146.22 per koin, naik 12.798% sejak diluncurkan pada September 2020. Peringkat Avalanche pada CoinMarketCap per Januari 2022 adalah #12, dengan kapitalisasi pasar langsung $21.062.668.886. Saat ini terdapat 244.353.171 koin AVAX yang beredar di pasaran.
Setelah membaca penjelasan mengenai apa itu Avalanche dan kamu tertarik untuk berinvestasi, cara membeli koin AVAX salah satunya adalah melalui aplikasi Pintu. Melalui Pintu, kamu bisa membeli AVAX dan aset kripto lainnya dengan cara yang aman dan mudah. Ayo download aplikasi cryptocurrency Pintu di Play Store dan App Store! Keamananmu terjamin karena Pintu diregulasi dan diawasi oleh Bappebti dan Kominfo.
Bagikan
Lihat Aset di Artikel Ini
Harga DEFI (24 Jam)
Kapitalisasi Pasar
-
Volume Global (24 Jam)
-
Suplai yang Beredar
-