Pada tahun 2021, adopsi crypto dan blockchain mulai berkembang pesat. Dilansir dari Vaneck, ada beberapa terobosan crypto yang menjadi highlights di tahun 2021, salah satu diantaranya adalah fintech dan pembayaran tradisional yang mulai menggandeng blockchain, penggunaan transaksi blockchain dan adopsi smart-contract yang berkembang pesat, yakni mencapai volume $3,5 triliun pada ETH, dan masih banyak lagi terobosan lainnya.
Sementara itu, data dari Gemini mengungkapkan bahwa investasi modal ventura dalam startup crypto dan blockchain mencapai lebih dari $30 miliar atau setara dengan Rp466 triliun (kurs $1 = Rp15.556). Market cap cryptocurrency juga mencapai hampir $3 triliun, dan harga Bitcoin mencapai rekor tertinggi yakni lebih dari $65.000.
Seiring berkembangnya cryptocurrency hingga tahun 2022 ini, Gemini bekerjasama dengan Data Driven Consulting Group melakukan survei kepada 29.293 orang dewasa berusia 18 – 75 tahun di 20 negara dengan pendapatan tahunan sebesar $14.000 atau setara dengan Rp217.788.900 (kurs $1 = Rp15.556). Survei ini dilakukan secara online di antara tanggal 23 November 2021 hingga 4 Februari 2022.
Seperti apa hasil survei terkait prospek cryptocurrency di 20 negara tersebut? Simak selengkapnya berikut ini!
Berdasarkan grafik di atas, rata-rata secara global (41%) responden mengatakan bahwa mereka memiliki karakteristik crypto-curious. Crypto-curious didefinisikan sebagai konsumen yang saat ini tidak memiliki crypto, tetapi tertarik untuk mempelajari lebih lanjut atau mengatakan bahwa mereka cenderung akan memiliki cryptocurrency di tahun depan.
Dibandingkan dengan wilayah lain, negara-negara di Eropa memiliki jumlah responden crypto-curious yang tinggi.
Irlandia memimpin dari segi crypto-curious dengan 58% respon dari negara tersebut (46% pria dan 54% wanita), mengatakan bahwa mereka tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang crypto atau membeli crypto di tahun mendatang.
Negara-negara lain yang juga memiliki populasi crypto-curious yang tinggi yakni termasuk Jerman dengan 53% (47% pria dan 53% wanita), Kolombia dengan 50% (47% pria dan 53% wanita), dan Uni Emirat Arab-UEA dengan 49% (68% pria dan 32% wanita).
Baca Juga: Survei: Hampir 50% Gen Z dan Milenial Inginkan Crypto Sebagai Dana Pensiun
Grafik di atas merupakan hasil dari persentase survei mengenai jumlah investor atau kepemilikan cryptocurrency di 20 negara. Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa jumlah investor di negara-negara Eropa kurang dari 20%. Contohnya seperti Denmark dan Kenya yang hanya memiliki 15% investor crypto di negaranya. Tak hanya itu, Kolombia dan Prancis juga memiliki jumlah investor yang kurang dari 20%, yakni 16%, lalu disusul dengan Jerman yang juga memiliki investor crypto sebanyak 17% di negara nya.
Berdasarkan dari informasi grafik di atas, Indonesia dan Brazil memimpin di antara 20 negara yakni dengan jumlah persentase 41% dari seluruh responden negara tersebut yang telah berinvestasi di crypto.
Dilansir KataData, Bappebti bahkan mencatat bahwa jumlah investor cryptocurrency di Indonesia mencapai 12,4 juta orang per Februari 2022, yang mana bertambah sebanyak 532.102 orang jika dibandingkan pada tahun 2021. Pada rapat kerja Komisi VI DPR yang disiarkan virtual, 24 Maret 2022, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bappebti, Indrasari Wisnu Wardhana, menyampaikan bahwa transaksi aset crypto di Indonesia mencapai Rp83,8 triliun, dengan jumlah 229 aset crypto yang bisa diperdagangkan di Indonesia. Wisnu juga menambahkan bahwa aset crypto tersebut akan terus dievaluasi dan mengikuti perkembangan regulasi.
Berdasarkan hasil survei, grafik di atas dijabarkan berdasarkan gender dan menyatakan bahwa para wanita di negara berkembang memimpin dalam adopsi cryptocurrency. Di Indonesia, Nigeria, dan Israel misalnya, lebih dari separuh investor crypto adalah wanita. Sementara itu, di negara maju, Prancis memimpin dalam adopsi crypto di kalangan wanita, yakni sebesar 45%. Itu artinya para wanita di Indonesia, Nigeria, Israel, dan Prancis memiliki ketertarikan atau keinginan yang lebih besar untuk memiliki cryptocurrency jika dibandingkan dengan pria.
Baca Juga: Survei: 43% Investor Institusi Dunia Memiliki Aset Crypto
Lalu, apa alasan orang-orang yang belum berinvestasi di crypto? Dilansir dari data survei Gemini, salah satu permasalahan crypto utama bagi mereka yang belum membeli cryptocurrency adalah kurangnya pemahaman tentang cara melakukan pembelian atau cara menyimpan cryptocurrency. Berikut ini adalah hasil surveinya.
42% responden dari Amerika Latin memilih pernyataan “Saya tidak mengerti bagaimana cara membeli atau hold cryptocurrency”, ketika ditanyakan mengenai alasan belum memulai investasi di crypto, disusul oleh Afrika dengan persentase sebesar 40% responden. Dilansir dari Gemini, kemungkinan besar mereka belum mulai untuk berinvestasi di crypto adalah karena kurangnya pengetahuan tentang bagaimana cara membeli dan menyimpan crypto.
Untuk pernyataan kedua, ‘Saya tidak tahu bagaimana melakukan pembayaran dengan menggunakan cryptocurrency’, hasil survei menyatakan bahwa Amerika Latin memiliki angka yang tinggi jika dibandingkan lainnya, yakni 31%. Lalu, disusul oleh Timur Tengah dengan 30%. Pada pernyataan kedua tersebut, Afrika memiliki persentase yang paling rendah yakni 24%, itu artinya berdasarkan survei tersebut, sebagian penduduk Afrika relatif sudah paham bagaimana cara melakukan pembayaran dengan menggunakan cryptocurrency.
Dikutip dari hasil survei Gemini ketika responden diberikan pernyataan mengenai ‘cryptocurrency adalah uang ‘masa depan’’, di Amerika Latin khususnya Brazil memimpin dalam hal itu, yakni 66%, lalu disusul oleh Afrika khususnya di Nigeria sebesar 63%, dan di Asia Pacific, khususnya di Indonesia sebesar 61%. Berdasarkan hasil survei tersebut, lebih dari 60% responden setuju atau percaya bahwa crypto adalah uang di masa depan.
Baca Juga: Survei: Mayoritas Investor Wanita Bullish Pada Crypto
Dalam kaitannya dengan adopsi cryptocurrency, beberapa pasar Asia Pasifik memimpin secara global termasuk Indonesia (41%), Singapura (30%), dan Hong Kong (24%). Indonesia menempati peringkat tinggi secara global untuk adopsi crypto secara keseluruhan, dengan lebih dari 2 per 5 orang di Indonesia memiliki cryptocurrency.
Lalu, jika kaitannya dengan gender dalam adopsi crypto, lebih banyak wanita di Asia Pasifik yang berinvestasi dalam cryptocurrency, dengan 40% pemilik crypto di Singapura dan 38% pemilik crypto di India adalah wanita. Khususnya, Indonesia adalah salah satu dari hanya dua negara yang disurvei secara global, dan satu-satunya negara di Asia Pasifik, di mana lebih banyak wanita (51%) yang memiliki cryptocurrency daripada pria.
Dilansir dari Gemini, tahun 2021 merupakan tahun terobosan untuk Asia Pasifik. Hampir setengah (45%) dari semua pemilik crypto di wilayah Asia Pasifik pertama kali membeli crypto pada tahun 2021. Hal yang lebih menarik, ada lebih dari setengah pemilik crypto di Hong Kong (51%) dan India (54%) juga memulai investasi crypto pada tahun 2021.
Lalu, yang terakhir mengenai crypto sebagai lindung nilai terhadap inflasi, hampir dua per tiga investor crypto di India (64%) dan Indonesia (64%) percaya bahwa cryptocurrency adalah lindung nilai terhadap inflasi. Bahkan dengan mata uang fiatnya yang stabil, lebih dari dua per lima investor crypto di Singapura (42%) beralih ke crypto karena sifat lindung nilai inflasinya.
Disclaimer:
Konten ini bertujuan memperkaya informasi pembaca. Selalu lakukan riset mandiri dan gunakan uang dingin sebelum berinvestasi. Semua aktivitas jual beli dan investasi aset crypto menjadi tanggung jawab pembaca.
Referensi: